Kasus Keberhasilan & Kegagalan Difusi Inovasi di Indonesia


Teori  Diffusion of Innovations yang dikembangkan Everett M Rogers (2007) adalah suatu teori yang berusaha menjelaskan bagaimana, mengapa, dan seberapa cepat ide-ide baru dan teknologi menyebar melalui berbagai budaya. Difusi inovasi adalah proses dimana suatu inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu dari waktu ke waktu di antara para anggota suatu sistem sosial. Artinya difusi inovasi bisa berbeda prosesnya serta berbeda juga hasilnya pada berbagai bentuk ide atau teknologi baru. Ada 4 elemen difusi yang mempengaruhi proses yaitu:
  1. Inovasinya, yaitu ide, praktek atau objek yang dianggap baru oleh masayarakat.
  2. Saluran komunikasi dimana pesan diteruskan dari individu ke individu.
  3. Waktu, yaitu rentang waktu yang diperlukan dalam penciptaan ide baru serta waktu adopsi dalam suatu sistem sosial.
  4. Sistem sosial, suatu kesatuan yang saling terkait yang terlibat dalam pemecahan masalah secara bersama untuk mencapai tujuan bersama.

Rogers juga menyampaikan beberapa faktor yang mempengaruhi difusi inovasi diantaranya karakteristik inovasi, karakteristik individu, dan karakteristik jaringan sosial. Faktor-faktor ini ikut mempengaruhi proses difusi inovasi ke masyarakat.

Keberhasilan difusi teknologi informasi yang sangat masif dalam masyarakat kita adalah salah satu contoh kasus dimana proses difusi inovasi berlangsung sukses dalam jangka pendek. Contoh bisa dilihat pada begitu cepatnya penyebaran ponsel di masyarakat. Disini terlihat bahwa semua elemen difusi berfungsi baik dalam kasus ini. Inovasi memang memiliki nilai manfaat yang sangat tinggi serta berlangsung cepat dan selalu menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, saluran komunikasi sangat banyak dan lancar mengalirkan berbagai informasi terbaru ke masyarakat, waktu proses inovasi juga sangat cepat serta proses adopsi berlangsung singkat, dan didukung oleh sistem sosial yang juga mendukung..

Dalam kasus pengenalan dan implementasi peraturan wajib helm bagi pengendara sepeda motor diperlukan waktu lebih panjang. Kemungkinan karena faktor waktu adopsi yang juga dibuat bertahap oleh pihak berwajib untuk menghindari shock di masyarakat karena penerapan atau adopsi yang terlalu mendadak. Faktor lain bisa karena sistem sosial yang kurang mendukung bahkan cenderung menentang di awal pengenalan teknologi ini.

Dalam kasus pengenalan biogas dari kotoran sapi untuk bahan bakar rumah tangga, kemungkinan kegagalan adalah pada sifat inovasi yang kurang cocok dengan budaya lokal kita yang didukung oleh sistem sosial yang ada. Masyarakat kita menganggap bahwa kotoran sapi adalah suatu hal yang “menjijikkan” dan bukan pada tempatnya dipakai dan dibawa ke proses pengolahan makanan. Akan sangat sulit bagi bangsa Indonesia untuk merubah paradigma tersebut. Artinya eleman pertama dan keempat yaitu produk inovasinya sendiri serta sistem sosial sudah mengandung kelemahan. Karenanya proses difusi inovasi yang terjadi mandek dan tidak berhasil.

Posting Komentar

0 Komentar