Dalam dunia manajemen dan kepemimpinan, banyak diperdebatkan tentang dua konsep yang saling bertentangan yaitu apakah (1) seorang bisa menjadi pemimpin jika memiliki power, ataukah (2) seseorang menjadi pemimpin terlebih dahulu baru kemudian mendapatkan power. Perbedaan pendapat tentang kedua hal ini masih berlangsung hingga kini. Memang tidak ada hal yang mutlak dalam ilmu manajemen dan kepemimpinan, namun secara umum pendapat yang pertama lebih diterima sebagai suatu teori yang ideal. Kepemimpinan adalah semacam “reward” dari usaha seseorang mengumpulkan power. Kemudian power itu akan semakin bertambah karena adanya otoritas yang didapatkan saat memegang jabatan kepemimpinan tertentu.
Power sendiri dalam manajemen didefinisikan sebagai daya atau potensi untuk mempengaruhi orang lain. Power biasanya digunakan oleh pemimpin untuk mengendalikan organisasi yang dipimpinannya secara efektif. Power juga dipakai oleh seorang pemimpin untuk mempengaruhi atasan dan rekan sejawat agar membuat keputusan yang menguntungkan bagi diri dan organisasinya. Power dipakai pula oleh para pemimpin untuk mempengaruhi para stakeholder agar memberikan persepsi dan tindakan yang positif terhadap organisasi yang dipimpinnya.
Jadi power yang dimiliki oleh seorang pemimpin organisasi dipakai untuk membantu organisasinya mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan.
Sumber power yang dianggap paling relevan dengan keadaan dunia saat ini adalah (1) the power of expertise, (2) the power of information, dan (3) the power of relationship. Seseorang yang dianggap memiliki kekuatan kepemimpinan yang tinggi biasanya berasal dari keahliannya terhadap suatu bidang tertentu, kepiawaiannya dalam mengumpulkan dan menggunakan informasi dan kekuatannya dalam membangun dan memanfaatkan hubungan baik dengan banyak orang.
Dalam konteks kepemimpinan pendidikan kejuruan, saya coba melihatnya dari paling tidak dua level kepemimpinan, yaitu:
Dalam hubungan dengan kepemimpinan dalam institusi pemerintah yang mengurusi pendidikan kejuruan, baik di tingkat pusat maupun daerah, maka tugas pokoknya lebih banyak ke pembuatan kebijakan, koordinasi tingkat tinggi dalam implementasi kebijakan, monitoring dan evaluasi antar instansi dan lembaga pendidikan, serta membangun hubungan baik dengan lembaga legislatif dan dunia industri. Pimpinan pada level ini sebaiknya telah memiliki pengalaman kerja langsung di industri ataupun lembaga pendidikan kejuruan sehingga memiliki sense yang baik dari segi operasional dalam bidang pendidikan kejuruan.
Dengan tugas pokok seperti ini maka seorang pemimpin yang ditempatkan pada posisi ini harus benar-benar memiliki keahlian, informasi dan relasi yang memadai agar bisa mengemban tugasnya dengan baik.
Untuk kepemimpinan tingkat lembaga pendidikan kejuruan, maka yang diperlukan lebih kearah kemampuan operasional penyelenggaraan proses pendidikan, koordinasi internal dan eksternal, serta monitoring dan evaluasi internal. Pemimpin dengan posisi ini harus memiliki kemampuan tinggi secara teknis dalam penyelenggaraan proses pendidikan kejuruan. Pimpinan lembaga pendidikan kejuruan juga harus mampu membangun relasi yang kuat dengan mitra industri agar mampu menangkap kebutuhan dunia kerja dan memasarkan lulusannya ke pasar kerja. Disamping itu pemimpin pada tingkat ini harus mampu membangun hubungan yang harmonis dengan para guru, staf, siswa dan orangtua siswa karena mereka adalah customer langsung dari pimpinan lembaga.
Namun sayangnya, pemilihan pimpinan di institusi pemerintahan sering tidak mempertimbangkan kecocokan individu dengan spesifikasi yang dibutuhkan dalam jabatan, namun ada banyak faktor lain yang ikut mempengaruhi seperti kekuatan politik dan kepentingan lainnya. Hal ini memang sangat menyulitkan untuk mendapat pemimpin yang benar-benar memiliki spesifikasi sesuai dengan jabatannya. Hal yang sama terjadi pada pemilihan pimpinan lembaga pendidikan kejuruan, baik di lembaga milik pemerintah ataupun swasta.
Salah satu masalah penting dalam konteks “power of leader” yang harus selalu diwaspadai adalah adanya kecenderung “misuse of power” atau bahkan lebih jauh terjadinya “abuse of power”. Hal ini terjadi karena pengaruh banyak faktor, diantaranya adalah tidak adanya “check and balance” dalam jalannya roda birokrasi. Hal ini sebenarnya bisa dihindari jika ada suatu sistem manajemen yang baik dan memiliki mekanisme kontrol terhadap penggunaan kekuasaan yang sudah baik dan teruji. Namun di indonesia hal ini belum bisa diwujudkan sehingga kemungkinan terjadi penyalahgunaan kekuasaan masih tinggi.
Idealnya seorang pimpinan harus bisa menyeimbangkan antara antara kepentingan diri sendiri dan kelompoknya dengan kepentingan orang lain atau publik. Berikut adalah konsep Servant-Leadership yang idealnya bisa diterapkan dalam organisasi pelayanan publik seperti pendidikan kejuruan. Kepemimpinan yang ideal dalam konteks ini adalah yang lebih mementingkan kepentingan orang lain dan publik dibanding kepenting diri dan kelompoknya.
Power sendiri dalam manajemen didefinisikan sebagai daya atau potensi untuk mempengaruhi orang lain. Power biasanya digunakan oleh pemimpin untuk mengendalikan organisasi yang dipimpinannya secara efektif. Power juga dipakai oleh seorang pemimpin untuk mempengaruhi atasan dan rekan sejawat agar membuat keputusan yang menguntungkan bagi diri dan organisasinya. Power dipakai pula oleh para pemimpin untuk mempengaruhi para stakeholder agar memberikan persepsi dan tindakan yang positif terhadap organisasi yang dipimpinnya.
Jadi power yang dimiliki oleh seorang pemimpin organisasi dipakai untuk membantu organisasinya mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan.
Sumber power yang dianggap paling relevan dengan keadaan dunia saat ini adalah (1) the power of expertise, (2) the power of information, dan (3) the power of relationship. Seseorang yang dianggap memiliki kekuatan kepemimpinan yang tinggi biasanya berasal dari keahliannya terhadap suatu bidang tertentu, kepiawaiannya dalam mengumpulkan dan menggunakan informasi dan kekuatannya dalam membangun dan memanfaatkan hubungan baik dengan banyak orang.
Dalam konteks kepemimpinan pendidikan kejuruan, saya coba melihatnya dari paling tidak dua level kepemimpinan, yaitu:
- Kepemimpinan institusi pemerintah yang mengurusi pendidikan kejuruan, dan
- Kepemimpinan lembaga pendidikan kejuruan.
Dalam hubungan dengan kepemimpinan dalam institusi pemerintah yang mengurusi pendidikan kejuruan, baik di tingkat pusat maupun daerah, maka tugas pokoknya lebih banyak ke pembuatan kebijakan, koordinasi tingkat tinggi dalam implementasi kebijakan, monitoring dan evaluasi antar instansi dan lembaga pendidikan, serta membangun hubungan baik dengan lembaga legislatif dan dunia industri. Pimpinan pada level ini sebaiknya telah memiliki pengalaman kerja langsung di industri ataupun lembaga pendidikan kejuruan sehingga memiliki sense yang baik dari segi operasional dalam bidang pendidikan kejuruan.
Dengan tugas pokok seperti ini maka seorang pemimpin yang ditempatkan pada posisi ini harus benar-benar memiliki keahlian, informasi dan relasi yang memadai agar bisa mengemban tugasnya dengan baik.
Untuk kepemimpinan tingkat lembaga pendidikan kejuruan, maka yang diperlukan lebih kearah kemampuan operasional penyelenggaraan proses pendidikan, koordinasi internal dan eksternal, serta monitoring dan evaluasi internal. Pemimpin dengan posisi ini harus memiliki kemampuan tinggi secara teknis dalam penyelenggaraan proses pendidikan kejuruan. Pimpinan lembaga pendidikan kejuruan juga harus mampu membangun relasi yang kuat dengan mitra industri agar mampu menangkap kebutuhan dunia kerja dan memasarkan lulusannya ke pasar kerja. Disamping itu pemimpin pada tingkat ini harus mampu membangun hubungan yang harmonis dengan para guru, staf, siswa dan orangtua siswa karena mereka adalah customer langsung dari pimpinan lembaga.
Namun sayangnya, pemilihan pimpinan di institusi pemerintahan sering tidak mempertimbangkan kecocokan individu dengan spesifikasi yang dibutuhkan dalam jabatan, namun ada banyak faktor lain yang ikut mempengaruhi seperti kekuatan politik dan kepentingan lainnya. Hal ini memang sangat menyulitkan untuk mendapat pemimpin yang benar-benar memiliki spesifikasi sesuai dengan jabatannya. Hal yang sama terjadi pada pemilihan pimpinan lembaga pendidikan kejuruan, baik di lembaga milik pemerintah ataupun swasta.
Salah satu masalah penting dalam konteks “power of leader” yang harus selalu diwaspadai adalah adanya kecenderung “misuse of power” atau bahkan lebih jauh terjadinya “abuse of power”. Hal ini terjadi karena pengaruh banyak faktor, diantaranya adalah tidak adanya “check and balance” dalam jalannya roda birokrasi. Hal ini sebenarnya bisa dihindari jika ada suatu sistem manajemen yang baik dan memiliki mekanisme kontrol terhadap penggunaan kekuasaan yang sudah baik dan teruji. Namun di indonesia hal ini belum bisa diwujudkan sehingga kemungkinan terjadi penyalahgunaan kekuasaan masih tinggi.
Idealnya seorang pimpinan harus bisa menyeimbangkan antara antara kepentingan diri sendiri dan kelompoknya dengan kepentingan orang lain atau publik. Berikut adalah konsep Servant-Leadership yang idealnya bisa diterapkan dalam organisasi pelayanan publik seperti pendidikan kejuruan. Kepemimpinan yang ideal dalam konteks ini adalah yang lebih mementingkan kepentingan orang lain dan publik dibanding kepenting diri dan kelompoknya.
0 Komentar