Belajar dari Ujian Praktik Kejuruan di SMK Kesehatan

SMK telah memiliki mekanisme ujian nasional yang cukup mapan dan relatif konsisten dilakukan beberapa tahun terakhir. Disamping ujian nasional teori yang terus memancing kontroversi, SMK memiliki Uji Kompetensi Keahlian (UKK) yang dilakukan di akhir masa pendidikan. Namun karena begitu banyaknya jurusan (disebut kompetensi keahlian) yang dimiliki SMK, maka pengaturan UKK ini relatif sulit untuk dikelola dengan baik, namun pemerintah pusat menyediakan kisi-kisi dan soal UKK yang pada kenyataannya diinterpretasi secara beragam oleh sekolah. Tingginya keragaman sekolah di seluruh Indonesia juga berpengaruh terhadap tidak seragamnya pelaksanaan UKK.

UKK memiliki 2 bagian yaitu Ujian Teori Kejuruan (UTK) dan Ujian Praktik Kejuruan (UPK). UTK tetap memancing kontroversi karena dibuat oleh tim pusat, padahal interpretasi kurikulum per jurusan sangatlah beragam di tingkat sekolah. Ini menjadi PR tersendiri, namun tampaknya sudah memiliki solusi dimana akhirnya UTK dibuat oleh tim di tingkat Kota/Kabupaten. Khusus UPK, ada banyak persoalan mendasar yang dihadapi di lapangan. Lepas dari niat baik pemerintah pusat membuat kisi-kisi dan petunjuk teknis yang wajib diikuti semua SMK, namun tampaknya tetap diperlukan keleluasaan sekolah ataupun kelompok sekolah di daerah tertentu untuk menyelenggarakan UPK yang betul-betul sesuai kondisi lokal. Atau pada jurusan tertentu dimana standar kompetensinya sangat jelas dan rigid, maka diperlukan mekanisme UPK yang bisa menjamin keseragaman lulusan SMK.

Dalam kenyataannya, UPK dilakukan di berbagai daerah dengan tingkat keragaman yang tinggi. Mulai dari "bobot" soal yang diujikan, siapa pengujinya (semestinya ahli yang berasal dari industri), prosedur penyelenggaraannya, hingga sertifikat kompetensi yang dikeluarkan.

Dalam kesempatan ini, saya sampaikan suatu model UPK yang sangat menarik dan tampaknya akan bisa dijadikan rujukan kedepan. UPK ini adalah UPK di SMK Kesehatan. Tampaknya Kementerian Kesehatan selalu lebih maju dalam berbagai hal dibanding sektor lain. Demikian pula dalam bidang pendidikan kejuruan. Kementerian Kesehatan melalui Pusdiknakes mengambil peran aktif dalam pelaksanaan UPK di SMK Kesehatan. Disaat jurusan SMK yang lain masih terus mencari bentuk terbaik dalam pelaksanaan UPK, terutama dalam menggandeng pihak industri, SMK Kesehatan sudah memiliki mekanisme yang sangat jelas dan tersentralisir. Kenapa harus tersentralisir? Hal ini dikarenakan jenis pekerjaan di kesehatan yang sudah terstandarisasi dan tidak memungkinkan untuk adanya modifikasi standar kompetensi di lapangan. Sentralisasi mutlak diperlukan dan Kementerian Kesehatan harus diberi penghargaan karena mengambil inisiatif dengan cepat.

Berikut disampaikan buku Juknis UPK SMK Kesehatan tahun pelajaran 2012/2013 yang diterbitkan bersama oleh DitPSMK (Kemdikbud) dengan Pusdiknakes (Kemkes). Sesuatu yang sangat layak didorong untuk dilakukan oleh sektor lain demi kemajuan pendidikan kejuruan di Indonesia. Silakan download langsung buku tersebut disini.

Posting Komentar

0 Komentar